BAB I
PENDAHULUAN
I.1
LATAR BELAKANG
Trigger finger atau tenosyvitis stenosing digambarkan
sebagai kondisi dimana terkuncinya sendi jari pada saat di gerakan dari posisi
fleksi ke arah posisi ekstensi. Hal ini di karenakan adanya inflamasi lokal
atau adanya pembengkakan pada pembungkus tendon fleksor yang mengakibatkan
pembungkus itu tidak dapat melucur secara normal. (Kesler randolph M,2006).
Aktivitas berlebih pada jari-jari tangan sangat beresiko,
kebiasaan online di warnet setelah dirasakan akan menimbulkan kelelahan pada
jari tangan, sering kali kita menggunakan jari kita untuk mengetik di keyboard
akan merasakan kelelahan pada jari, jari-jari akan terasa sakit bila sering
digunakan dan cepat lelah saat aktivitas mengetik.
Bila kemampuan kerja jari melewati kemampuan
batasnya jari akan kaku bila di gerakan untuk menekuk akan susah di kembalikan
pada saat di luruskan kembali, gerakannya terbatas dan berbunyi klik saat
diluruskan.
Trigger finger menimbulkan
berbagai macam gangguan yaitu impairment seperti nyeri, adanya nodule
pada tendon flexor jari dan keterbatasan gerak ; fungcional limitation seperti
memasak, mencuci menggendong bayi, mengguting rumput pada aktivitas ibu rumah
tangga dan seperti menulis, mengetik seseorang dilingkungan kerjanya atau dalam
aktivitas seorang mahasiswa.
Untuk masalah yang ditimbulkan dari uraian tersebut,
maka untuk membantu pasien mengatasi trigger
finger, agar mencapai hasil yang lebih baik dan optimal dengan pentingnya
peranan fisioterapis maka penulis mengambil kasus ini. Untuk penulisan kasus ini
akan diberikan modalitas fisioterapi berupa Ultrasound (US) pada penanganan
kasus trigger finger.
I.2
RUMUSAN MASALAH
Adapun
rumusan masalah pada kasus trigger finger ini adalah sebagai berikut:
1.
Apakah trigger finger itu ?
2.
Apakah yang menyebabkan terjadinya trigger finger dan patofisiologinya ?
3.
Apakah penggunaan ultrasound terhadap trigger finger dapat mengurangi rasa
nyeri dan dapat meningkatkan kembali aktivitas fungsional pasien ?
I.3 TUJUAN
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
I.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui
penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi trigger finger dengan
menggunakan Ultrasound.
I.3.2 Tujuan Khusus
Mengetahui
manfaat ultrasound dalam mengurangi nyeri pada kondisi trigger finger.
I.4 MANFAAT
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini
sebagai berikut :
1.
Bagi
penulis
Dapat
lebih mengetahui Trigger finger sehingga dapat menjadi bekal untuk
penulis dalam menanganinya dengan manggunakan terapi ultrasound.
2.
Bagi
masyarakat
Dapat
memberikan informasi yang benar kepada pasien, keluarga, masyarakat sehingga
lebih mengenal dan mengetahui tentang gambaran trigger finger.
3.
Bagi
institusi
Dapat
memberikan infomasi obyektif mengenai Trigger
finger kepada rekan mahasiswa IIK Bhakti Wiyata Kediri semua jurusan,
khususnya DIII Fisioterapi.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
II.1
DEFINISI
Ada beberapa definisi tentang trigger finger ini
adalah :
1.
Trigger finger are
conditions affecting the movement of the tendons as they bend the fingers or
thumb toward the palm of the hand. This movement is called flexion.
(Orlin & Cohen Orthopedic Assoc., LLP)
2.
Trigger
finger adalah suatu tipe dari stenotosing tenosynovitis
yang mana sarung pelindung disekitar
tendon jari menjadi bengkak, atau benjolan (nodule) yang terbentuk pada
tendon (Smith,2007).
Dari
kedua definisi diatas dapat disimpulkan, Trigger finger adalah nama yang
popular dari kekakuan tendon atau selubung tendon, suatu kondisi nyeri atau
sakit pada jari-jari tangan, jari kaku bila ditekuk atau ketika mau di
luruskan. Jari-jari tangan mempunyai tendon yang bekerja untuk melakukan
gerakan flexi dan extensi, pada tendon dan tunnel mempunyai lapisan yang
menyebabkan pergeseran menjadi mudah. Pada trigger finger masalah-masalah
yang muncul dimulai ketika tendon menyempit atau stenosis dan selubung
tendon dari konstruksi ini membentuk sebah nodule (bencolan) dan tidak
dapat lagi untuk bergerak secara bebas dan lembut.
II.2
EPIDEMIOLOGI
Pada umumnya
penebalan selubung tendon fleksor sinovial dapat mengganggu pergerakan tendon.
Hal ini biasanya terkait dengan rheumatoid arthritis, diabetes, pekerjaan berat.
Kemungkinan untuk terjadi pada wanita adalah lebih besar daripada pada
laki-laki yaitu sebesar 75%.
Trigger finger dapat
menjadi sumber rasa sakit yang signifikan. Selain itu, ruang gerak yang
terbatas pada jari dapat mengganggu aktivitas fungsional (seperti menggenggam
dan mengetik). Namun tidak ada kematian yang terkait dengan kondisi ini.
Paling sering terjadi pada orang dewasa, dengan kisaran usia rata-rata adalah
52-62 tahun.
II.3
ETIOLOGI
Trigger finger umumnya
disebabkan oleh adanya nodul pada tendon fleksor policis longus. Sementara pada
orang dewasa, beberapa kasus yang terjadi mungkin berhubungan dengan trauma
berulang. Lebih dari satu penyebab potensial telah dijelaskan, tetapi etiologi
tetap idiopatik, artinya penyebabnya tidak diketahui. Keadaan ini
sering disebut dengan tenosinovitis stenosing (stenosans
tenovaginitis khusus pada jari),
tapi hal ini mungkin keliru, karena radang bukan menjadi dominan pada keadaan
ini.
Selain itu, molekul kolagen (kolagen membuat naik sekitar 95% dari substansi
tendon) menurun dan rusak. Produk degradasi dari kolagen, yang disebut
degenerasi mukous, menumpuk di dalam tendon. Hal ini menciptakan benjolan atau
pembengkakan tendon. Hal ini tampaknya menjadi bagian alami dari penuaan
(seperti rambut beruban dan keriput) dan bukan merupakan tanda penyakit atau
berlebihan. Artinya, tidak dapat dikatakan nodul pada trigger finger
lebih umum pada orang yang melakukan aktivitas berat dimana tangan yang lebih
dominan.
II.4 ANATOMI
DAN FISIOLOGI
Untuk lebih memahami trigger finger, penting untuk kita memahami anatomi
yang terkait.
1. Tulang
Pembentuk Tangan
Tulang
atau rangka terdiri dari tulang-tulang pergelangan tangan (ossa carpalia),
tulang-tulang telapak tangan (ossa metacarpalia) dan ruas-ruas jari
tangan (phalangis digitorum manus).
2.
Sendi Pada Tangan
a.
Articulatio
Articulatio yang
terdapat pada sendi wrist adalah art. radio carpalis dan art.
carpo metacarpea. Articulatio radio carpalis dibentuk
oleh facies articularis carpea radii dengan ossa scapoideum, lunatum,
triquetrum dengan tipe sendi ellipsoidea. Pada articulatio
carpo metacarpea dibentuk oleh permukaan proximal dari os
metacarpal dengan ossa carpal bagian distal dengan tipe
sendi saddle joint.
b.
Ligament
Pada
sendi pergelangan tangan dan tangan terdapat ligament, yaitu :
·
Ligament radio carpea volare.
·
Ligament radio carpeum dorsal.
·
Ligament Collaterale carpi radiale.
·
Ligament collaterale carpi ulnare.
·
Ligament Carpometacarpea dorsale.
·
Ligament Carpometacarpea palmar.
3.
Otot-otot Pada Tangan
Gerakan jari tangan terdiri dari gerakan fleksi, ekstensi,
abduksi, adduksi, dan oposisi. Gerakan-gerakan tersebut dilakukan oleh otot-otot
tangan :
a.
Musculus flexor pollicis brevis.
b.
Musculus extensor pollicis brevis.
c.
Musculus abductor pollicis longus.
d.
Musculus adductor pollicis longus.
4.
Persyarafan Pada Tangan
a.
Nervus radialis.
b.
Nervus medianus.
c.
Nervus ulnaris.
II.5
BIOMEKANIK
1.
Gerakan Osteokinematika
Osteokinematika adalah pergerakan yang terjadi pada tulang.
Osteokinematika pada sendi wrist memiliki dua derajat kebebasan gerak
yaitu flexiextensi, abduksi-adduksi.
Osteokinematika yang terdapat pada jari terdapat 3
sendi yang terdiri dari metacarpophalangeal joint, interphalangeal
joint dan carpometacarpal.
2.
Arthrokinematika
Arthokinematika adalah gerakan yang terjadi pada permukaan
sendi. Gerak arthokinematika pada radiocarpal joint adalah pada palmar
flexi translasi distal radius ke dorsal, dorsal flexi translasi
distal radius ke arah palmar, ulnar deviation translasi
ke arah radial. Radial deviation ke arah ulnar, traksi
ossa carpea ke arah distal searah axis os radii,
sedikit serong ke palmar-ulnar.
II.6
PATOFISIOLOGI
Biasanya,
tendon fleksor pada jari mampu bergerak bolak-balik di bawah katrol penahan.
Penebalan selubung tendon fleksor membatasi mekanisme pergerakan normal. Nodul
mungkin saja dapat membesar pada tendon, yang menyebabkan tendon terjebak di
tepi proksimal katrol A1 ketika pasien mencoba untuk meluruskan jari, sehingga
menyebabkan kesulitan untuk bergerak. Ketika upaya lebih kuat dibuat untuk meluruskan
jari, dengan menggunakan kekuatan lebih dari ekstensor jari atau dengan
menggunakan kekuatan eksternal (dengan mengerahkan kekuatan pada jari dengan
tangan lain), jari macet yang terkunci tadi terbuka dengan rasa sakit yang
signifikan pada telapak distal hingga ke dalam aspek proksimal digit. Hal yang
kurang umum terjadi antara lain nodul tadi bergerak pada distal katrol A1,
mengakibatkan kesulitan pasien meregangkan jari.
Sebuah nodul
dapat meradang dan membatasi tendon dari bagian bawah jalur yang melewati
katrol A1. Jika nodul terdapat pada distal katrol A1 (seperti yang ditunjukkan
dalam gambar ini), maka jari dapat macet dalam posisi yang lurus. Sebaliknya,
jika benjolan terdapat pada proksimal dari katrol A-1 maka jari pasien dapat macet
dalam posisi tertekuk.
II.7
MANIFESTASI KLINIS
Diagnosa
dibuat secara eksklusif dengan anamnesa yang menyeluruh dan pemeriksaan fisik. Trigger finger dapat mengenai lebih dari
satu jari pada satu waktu, meskipun biasanya lebih sering terjadi pada ibu
jari, tengah, atau jari manis. Trigeer finger biasanya lebih menonjol di
pagi hari, atau saat memegang obyek dengan kuat.
Gejala ini
muncul biasanya dimulai tanpa adanya cidera. Gejala-gejala ini termasuk adanya
benjolan kecil, nyeri di telapak tangan, pembengkakan, rasa tidak nyaman di
jari dan sendi. Kekakuan akan bertambah jika pasien tidak melakukan aktifitas,
misalnya saat anda bangun pagi. Dan kadang kekakuan akan berkurang saat
melakukan aktifitas. Kadang kadang jika tendon terasa bebas bisa bergerak tegak
akan dirasakan sendi seperti terjadi "dislokasi" / pergeseran sendi. Pada
Kasus kasus yang berat jari tidak dapat diluruskan bahkan dengan bantuan.
Pasien dengan diabetes biasanya akan terkena lebih parah.
Pada tingkat
sendi palmaris distal, nodul bisa teraba lembut, biasanya di atas sendi
metakarpofalangealis (MCP). Jari yang terkena bisa macet dalam posisi menekuk
(lihat gambar di bawah) atau (kurang biasa) posisi diperpanjang. Ketika pasien
berusaha untuk memindahkan angka lebih kuat melampaui pembatasan, angka mungkin
cepat atau memicu melampaui pembatasan.
Trigger
finger dapat sangat menyakitkan bagi pasien. Dalam kasus yang parah, pasien tidak
mampu untuk menggerakkan jari yang melampaui rentang gerak. Pada ibu jari yang
macet, pada palpasi yang lembut dapat ditemukan nodul pada aspek palmar sendi
MCP pertama dari sendi palmaris distal.
II.8
DIAGNOSIS
Secara umum,
tidak ada tes laboratorium yang diperlukan dalam diagnosis Trigger finger. Jika ada kecurigaan tentang kondisi, adanya
diagnosis yang terkait, seperti diabetes, rheumatoid arthritis, atau penyakit
lain pada jaringan ikat, antara lain, hemoglobin glikosilasi (HgbA1c), gula
darah puasa, atau faktor rheumatoid harus diperiksa.
Secara umum,
tidak ada pencitraan yang diperlukan dalam kasus Trigger finger. Tidak ada tes lebih lanjut yang biasanya
diperlukan.
II.9 KOMPLIKASI
Komplikasi
potensial utama jari memicu adalah nyeri dan penurunan penggunaan fungsional
dari tangan yang terkena.
Potensi komplikasi injeksi
kortikosteroid adalah sebagai berikut:
- Infeksi, penggunaan teknik steril dapat meminimalkan masalah ini.
- Pendarahan, ini dapat diminimalkan dengan menerapkan tekanan langsung segera setelah prosedur tersebut. Perhatian harus dilakukan sebelum suntik pasien dengan gangguan perdarahan.
- Melemahnya tendon, ini meningkatkan risiko ruptur tendon berikutnya, kemungkinan yang menjadi perhatian khusus jika suntikan dilakukan salah (khusus, jika injeksi ini dikelola ke tendon itu sendiri bukan hanya dalam selubung tendon). Risiko dapat meningkat dengan beberapa suntikan, namun setidaknya beberapa peneliti klinis (misalnya, Anderson dan Kaye) tidak menemukan episode rupture tendon setelah injeksi kortikosteroid untuk kondisi ini, bahkan dengan suntikan ulang.
- Atrofi lemak yang terjadi secara lokal di tempat suntikan - atrofi semacam itu dapat terjadi jika kortikosteroid yang disuntikkan ke dalam jaringan subkutan. komplikasi ini dapat menyebabkan depresi kosmetik di kulit.
- infiltrasi saraf dan cedera saraf berikutnya. Komplikasi ini jarang terjadi, bisa dipantau oleh sensasi menilai seluruh digit.
BAB III
PENATALAKSANAAN
III.1
DEFINISI ULTRASOUND (US)
Ultrasound terapi adalah suatu terapi dengan menggunakan getaran mekanik gelombang suara
dengan frekuensi lebih dari 20.000 Hz. Yang digunakan dalam Fisioterapi adalah
0,5-5 MHz dengan tujuan untuk menimbulkan efek terapeutik melalui proses
tertentu.
Generator
Ultra Sonik
Pesawat ultra sonik merupakan suatu
generator yang menghasilkan arus bolak balik berfrekwensi tinggi (high
frequency alternating current) yang mencapai 0,75 s.d 3 MHz. Arus ini berjalan
menembus kabel koaksial pada transducer yang kemudian di konversikan menjadi
vibrasi oleh adanya efek piezoelektrik.
Efek piezoelektrik ini pertama kali
diperkenalkan oleh Pierre dan Jacques Curie (1880), yang di peroleh dari
vibrasi kristal quartz atau dari produk sintetis kristal keramik berupa barium
titanate maupun lead zirconate titanate.
Kristal ini dibentuk dengan
ketebalan 2-3 mm melingkar sesuai dengan axis elektrik, kemudian dieratkan pada
bagian dalam permukaan tranducer. Saat di aliri arus atau beda potensial,
kristal ini akan mengalami vibrasi baik secara kompresi maupun ekspansi dengan
frekwensi sama dengan sinyal elektrik yang datang. Umumnya frekwensi yang di
hasilkan oleh generator adalah 1 dan 3 MHz.
III.2
EFEK ULTRASOUND
a. Efek Mekanik
Bila gelombang ultrasound
masuk ke dalam tubuh maka akan menimbulkan pemampatan dan peregangan dalam
jaringan sama dengan frekuensi dari mesin ultrasound sehingga terjadi variasi
tekanan dalam jaringan. Dengan adanya variasi tersebut menyebabkan efek mekanik
yang sering disebut dengan istilah “micromassage” yang merupakan efek
terapeutik yang sangat penting karena hampir semua efek ini sangat diharapkan
sehingga pada daerah micro tissue damage baru yang memacu proses inflamasi
fisiologis.
b. Efek Panas
Micromassage pada jaringan
akan menimbulkan efek “friction” yang hangat. Panas yang ditimbulkan oleh
jaringan tidak sama tergantung dari nilai “acustic independance”, pemilihan
bentuk gelombang, intensitas yang digunakan dan durasi pengobatan. Area yang
paling banyak mendapatkan panas adalah jaringan “interface” yaitu antara kulit
dan otot serta periosteum. Hal ini disebabkan oleh adanya gelombang yang
diserap dan dipantulkan. Agar efek panas tidak terlalu dominan digunakan
intermitten ultrasound yang efek mekanik lebih dominan dibandingkan efek panas.
Pada tendon dan otot akan
meningkatkan temperatur sebesar 0,07 derajat Celcius perdetik. Pengukuran ini
dilakukan pada sebuah model jaringan otot. Jadi tanpa adanya efek regulasi dari
sirkulasi darah.
c. Efek Biologis
Efek lain dari micromassage
adalah efek biologis yang merupakan refleks fisiologis dari pengaruh mekanik
dan pengaruh panas. Efek biologis yang ditimbulkan oleh ultrasound antara lain
:
1) Meningkatkan sirkulasi
darah
Salah satu efek yang
ditimbulkan oleh ultrasound adalah panas sehingga tubuh memberikan
reaksi terhadap panas tersebut yaitu terjadinya vasodilatasi, hal tersebut
disebabkan oleh :
a) Adanya pembebasan zat-zat
pengiritasi jaringan yang merupakan konsekuensi dari sel-sel tubuh yang rusak
sebagai akibat dari mekanisme vibrasi
b) Adanya iritasi langsung
pada serabut saraf efferent atau bermielin tebal. Iritasi ini mengakibatkan
terjadinya post excitatory depression dalam aktivitas
orthosympatik
2) Rileksasi Otot
Dengan adanya efek panas maka
akan mengakibatkan vasodilatsi pembuluh darah sehingga terjadi perbaikan
sirkulasi darah yang mengakibatkan rileksasi otot. Hal ini disebabkan oleh
karena zat-zat pengiritasi diangkut oleh darah disamping itu efek vibrasi
ultrasound mempengaruhi serabut afferent secara langsung dan mengakibatkan
rileksasi otot.
3) Meningkatkan Permeabilitas
Membran
Melalui mekanisme getaran
gelombang ultrasound maka cairan tubuh akan didorong ke membran sel yang
menyebabkan perubahan konsentrasi ion sehingga mempengaruhi nilai ambang dari
sel-sel.
4) Mempercepat proses
penyembuhan jaringan
Dengan pemberian ultrasound
akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah sehingga meningkatkan
suplai bahan makanan pada jaringan lunak dan juga terjadi peningkatan antibody
yang mempermudah terjadinya perbaikan jaringan yang rusak. Disamping itu akibat
dari efek panas dan efek mekanik yang ditimbulkan oleh ultrasound menyebabkan
terjadinya kerusakan jaringan secara fisiologis yang mengakibatkan terjadinya
reaksi radang yang diikuti oleh terlepasnya “P” substance, prostaglandin,
bradikin dan histamine yang mengakibatkan terangsangnya serabut saraf bermyelin
tipis sehingga timbul rasa nyeri. Namun dengan terangsangnya “P” substance
tersebut mengakibatkan proses induksi proliferasi akan lebih terpacu sehingga
mempercepat terjadinya penyembuhan jaringan yang mengalami cedera.
Reaksi “P” substance
bersama neurotransmitter lainnya seperti histamine, bradikinin dan
prostaglandin merupakan kelompok senyawa amin yang ikut berperan dalam reaksi
radang yang terjadi oleh karena adanya kerusakan jaringan akibat trauma atau
stimulus mekanik, stimulus elektris maupun stimulus kimia. Reaksi “P” substance
tersebut dapat bersifat vascular dan reaksi seluler yang pada prinsipnya memacu
induksi proliferasi fibroblast pada fase pembentukan jaringan kollagen muda
sebagai proses regenerasi awal yang dimulai sejak 24-30 jam pertama. “P”
substance juga merupakan salah satu neurotransmitter yang sangat bermanfaat
bagi dimulainya proses regenerasi jaringan. Pada fase akut nocisensorik akan
teriritasi oleh reaksi kimia akibat “P” substance di sekitar lesi. Dengan
demikian maka pada fase akut suatu peradangan akan ditandai dengan nyeri yang
hebat.
5) Mengurangi Nyeri
Nyeri dapat dikurangi dengan
menggunakan ultrasound, selain dipengaruhi oleh efek panas juga
berpengaruh langsung pada saraf. Hal ini disebabkan oleh karena gelombang pula
dengan intensitas rendah sehingga dapat menimbulkan pengaruh sedative dan
analgesi pada ujung saraf afferent II dan IIIa sehingga diperoleh efek
terapeutik berupa pengurangan nyeri sebagai akibat blockade aktivitas pada HPC
melalui serabut saraf tersebut.
Penyebaran efek ultrasonik dalam
jaringan
Efek penyebaran ultra sonik dalam
jaringan bergantung pada:
1) Kedalaman penetrasi
Kedalaman penetrasi tergantung
pada absorpsi dan penyebaran pancaran ultra sonik selama dalam jaringan.
2). Absorpsi (absorpation)
Merupakan penerimaan panas yang
di konversikan dari energi akustik
oleh adanya penyebaran ultra sonik
dalam jaringan. Menurut Michloyitz, 1990 absopsi ultra sonik berkaitan dengan
kandungan protein dalam jaringan.
3).
Penyebaran (scattering)
Merupakan penyebaran secara refleksi maupun refraksi
ultra sonik dari permukaan tak beraturan atau inhomogenitas kedalam jaringan.
III.3 APLIKASI ULTRASOUND
Pada prinsipnya perpindahan energi
US dapat dilakukan dalam dua cara yaitu kontak langsung dan tidak langsung.
Untuk kondisi trigger finger ini
dilakukan secara kontak langsung. Karena paling banyak digunakan serta untuk
mendapatkan kontak yang sempurna pada tranduser dengan kulit diperlukan kontak
medium berupa gel khusus untuk US.
Untuk metode aplikasi US dengan
menggunakan metode kontak langsung maupun tidak langsung, tranduser dapat
digerakkan (dinamis) dan menetap (statis) tetapi untuk statis jarang digunakan
karena berbahaya dapat menimbulkan kesrusakan jaringan. Jadi dinamislah yang
diterapkan. Disini tranduser digerakkan terus menerus selama terapi bisa
membujur (longitudinal), melintang, maupun gerakan melingkar seperti spiral.
Tranduser harus tetap bergerak meskipun area yang diobati kecil. Gerakan
tranduser harus ritmis, pelan dan tekanan terhadap kulit tidak boleh terlalu
keras dan jangan mengangkat tranduser secara tiba-tiba saat terapi berlangsung
karena pasien akan merasa seperti tersetrum.
Dosis Ultrasound merupakan hasil
perkalian antara intensitas dan lamanya terapi. Dosis dapat bervariasi baik
dalam intensitas atau frekuensi dan lamanya terapi. Berapa banyak intensitas
yang diberikan dinyatakan dalam W/cm2.
Pada pelaksanaannya pemberian intensitas ini sangatlah bervariasi, menurut
Conardi yang berpendapat bahwa pemberian intensitas sebesar 0,6 W/cm2
paada kasus-kasus tertentu sudah merupakan intensitas yang tinggi. Selama
pemberian terapi tidak boleh terjadi rasa sakit pada daerah yang diterapi,
tetapi adanya rasa tusuk-tusuk yang ringan sesekali masih diperbolehkan. Jika
setelah pemberian terapi timbul sakit kepala, pusing, maupun adanya reaksi
vegetatif yang lain, maka pemberian terapi selanjutnya harus diberikan
intesitas yang lebih rendah.
Lamanya terapi tergantung pada luas
permukaan dari daerah yang diterapi dan juga luas dari permukaan treatment-head yang digunakan. Menurut lehmenn maksimal lamanya terapi
adalah 15 menit pada daerah seluas 75-100 cm2 dengan treatment-head yang besar. Sebgai
pedoman yang kita gunakan, bahwa pemukaan seluas 1 cm2 membutuhkan
waktu maksimal satu menit.
Frekuensi
Frekuensi ultra sonik merupakan jumlah oscilasi
gelombang suara yang dicapai dalam waktu satu detik yang dinyatakan dengan
megahertz (MHz). Umumnya frekwensi yang di pergunakan dalam terapi ultra sonik
adalah 1 dan 3 MHz
Intensitas
Merupakan rata-rata energi yang dipancarkan tiap unit
area, dan dinyatakan dalam watt per sentimeter persegi (W/cm²). sedangkan power
ialah total output dari tranducer yang dinyatakan dalam watt (W).
Total power output (watts)
Intensitas = _________________________
ERA pada transducer (cm²)
Umumnya intensitas untuk terapi ultra sonik ini
berkisar antara 0 s.d 5 W/cm². namun yang sering di pergunakan dalam klinik
berkisar antara 0,5 s.d 2 W/cm². agar diperhatikan bahwa pemberian ultra sonik
dengan intensitas tinggi dapat mengakibatkan terjadinya unstable cavitation
ataupun mikrotrauma jaringan.
III.4
PROSEDUR APLIKASI ULTRASOUND
1.
Sebelum terapi
a)
Terapis memulai dengan melakukan anamnesis yang
diarahkan pada terapi US dan menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan kontra
indikasi.
b)
Pasien harus diberi penjelasan tentang langkah-langkah
terapi yang diberikan beserta tujuannya.
c)
Tempat dari keluhan trigger finger tersebut harus dilokalisasikan setepat mungkin.
d)
Terapis tidak boleh melupakan untuk melakukan tes
sensibilitas yaitu panas-dingin, tajam-tumpul, dan lain-lain pada tempat tersebut.
Setelah tidak terdapat gangguan sensibilitas, terapis juga menentukan untuk
menggunakan metode apa, misalnya kontak langsung.
e)
Pasien harus diposisikan senyaman mungkin, rileks dan
tanpa adanya rasa sakit.
f)
Daerah yang akan diterapi harus dibersihkan
Indikasi Ultrasound
1) Kelainan-kelainan /
penyakit pada jaringan tulang sendi dan otot
2) Keadaan-keadaan post
traumatik
3) Fraktur
4) Rheumathoid Arthritis pada
stadium tidak aktif
5) Kelainan / penyakit pada
sirkulasi darah
6) Penyakit-penyakit pada organ
dalam
7) Kelainan / penyakit pada
kulit
8) Luka bakar
9) Jaringan parut oleh karena
operasi
10) Kontraktur
Kontraindikasi Untuk Penggunaan:
Pada penyakit jaringan yang
abnormal, tekanan darah yang tinggi, tumor yang menyebar di seluruh tubuh.
Jangan gunakan jika pasien menderita
dari:
- tumor ganas atau kanker jaringan
- infeksi akut
- Risiko perdarahan
- ischeamic jaringan berat
- ada riwayat trombosis vena
- terkena jaringan saraf
- Kecurigaan terhadap patah tulang
- Jika pasien hamil
- Jangan gunakan di daerah gonad (alat kelamin),
BAB IV
PENUTUP
IV.1 KESIMPULAN
Trigger finger adalah
nama yang popular dari kekakuan tendon atau selubung tendon, suatu kondisi
nyeri atau sakit pada jari-jari tangan, jari kaku bila ditekuk atau ketika mau
di luruskan. Pasien dapat mengalami kesulitan menekuk jari tangannya jika tendon
tertangkap di distal ke katrol A1, atau memperpanjang digit, jika tendon
ditangkap di proksimal katrol. Kondisi ini sangat menyakitkan, terutama ketika
gerakan terkunci di luar batasan dengan menggunakan kekuatan meningkat. Selain
itu, kesulitan dalam mencapai berbagai gerakan normal dapat membuat tugas-tugas
fungsional (misalnya, memegang benda, mengetik) bermasalah. Insiden lebih
sering terjadi pada wanita (75%) dibandingkan pria dengan rentang usia
rata-rata 52-62 tahun.
Penyebab
trigger finger belum jelas, kemungkinan disebabkan oleh gerakan jari yang
berulaang-ulang dan trauma lokal dengan stres dan gaya degeneratif. Komplikasi potensial utama jari memicu adalah nyeri dan penurunan
penggunaan fungsional dari tangan yang terkena.